free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Poling Pilkada 2024 Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Kesehatan

Sakit Gigi Tak Boleh Diremehkan: Simak Penjelasan Lengkap Dokter Bedah Mulut dan Maksilofasial RSI Unisma

Penulis : Anggara Sudiongko - Editor : Nurlayla Ratri

13 - Dec - 2025, 20:48

Placeholder
Ilustrasi dokter yang tengah menangani pasien yang memiliki kondisi gigi bungsu (ist)

JATIMTIMES - Sakit gigi kerap dianggap perkara remeh. Datang, nyeri, minum obat, lalu hilang. Namun, bagi drg. Firman Fath Rachmadhan, M.Si., Sp.BMM, Dokter Spesialis Bedah Mulut dan Maksilofasial Rumah Sakit Islam (RSI) Unisma, anggapan tersebut justru menjadi akar dari banyak persoalan kesehatan yang lebih serius. Terutama ketika sumber keluhan berasal dari gigi bungsu.

Dalam penjelasannya, drg. Firman menuturkan bahwa rongga mulut merupakan salah satu pintu utama masuknya berbagai bakteri ke dalam tubuh. Di dalam mulut sendiri sebenarnya sudah terdapat bakteri “baik” yang hidup berdampingan secara alami. Namun, ketika keseimbangan terganggu akibat kebersihan yang buruk, gigi berlubang, karang gigi, atau infeksi, bakteri dapat berkembang tak terkendali dan memicu penyakit.

Baca Juga : Pemprov Jatim Akomodasi Bantuan dari Pemkab dan Pemkot, Berangkatkan 140 Ton Donasi untuk Masyarakat Sumatra

“Penyakit di rongga mulut itu sangat banyak. Yang paling sering kita jumpai di masyarakat Indonesia adalah karies atau gigi berlubang, lalu penyakit jaringan periodontal yang menyangga gigi. Selain itu, keluhan seperti sariawan berulang juga cukup sering,” jelasnya dalam sebuah talkshow yang mengangkat tema, "Cabut atau tidak ? Dilema Gigi Bungsu yang bikin Galau".

2

Di antara berbagai persoalan tersebut, gigi bungsu menjadi salah satu yang paling sering menimbulkan dilema: perlu dicabut atau tidak. Menurut drg. Firman, gigi bungsu adalah gigi geraham ketiga yang tumbuh paling akhir, letaknya di bagian paling belakang rahang, baik atas maupun bawah. Karena muncul terakhir, gigi ini sering kali tidak mendapatkan ruang yang cukup untuk tumbuh sempurna.

“Secara ideal, gigi bungsu itu tumbuh normal, tegak, dan tidak menimbulkan masalah. Tapi kenyataannya, pada sebagian besar orang, gigi ini tumbuh miring, tertutup gusi, atau bahkan terjebak di dalam tulang. Kondisi inilah yang disebut impaksi,” ujarnya.

Impaksi gigi bungsu kerap terjadi karena beberapa faktor, salah satunya perubahan pola makan masyarakat modern yang cenderung mengonsumsi makanan lunak. Kebiasaan tersebut, menurut drg. Firman, berpengaruh pada perkembangan rahang yang menjadi lebih sempit dibandingkan generasi terdahulu yang terbiasa mengunyah makanan keras.

Masalahnya, impaksi tidak selalu langsung menimbulkan rasa sakit. Ada pasien yang tidak merasakan keluhan apa pun, ada pula yang justru mengalami nyeri tanpa menyadari sumbernya. “Banyak pasien datang dengan keluhan pusing, nyeri kepala, leher kaku, bahkan pundak terasa berat. Mereka tidak menyangka bahwa penyebabnya adalah gigi bungsu yang tumbuh tidak normal,” kata dia.

Dalam kondisi tertentu, gigi bungsu impaksi bisa menimbulkan nyeri hebat, baik yang muncul hilang-timbul maupun terus-menerus. Lebih berbahaya lagi, impaksi dapat memicu infeksi yang berkembang menjadi abses atau kumpulan nanah. Jika daya tahan tubuh pasien sedang menurun, infeksi ini bisa membesar dan menyebar.

“Kalau sudah terjadi abses, bengkaknya tidak hanya di pipi. Bisa menjalar ke leher, bahkan turun ke dada. Ini yang berbahaya karena bisa menyumbat jalan napas,” ungkap drg. Firman.

Ia menegaskan bahwa ini bukan sekadar teori. Dalam praktiknya sebagai dokter bedah mulut, ia pernah menangani pasien dengan infeksi gigi bungsu yang berkembang sangat parah. Infeksi tersebut menyebar ke seluruh tubuh, memicu kegagalan organ, hingga pasien harus dirawat intensif di ICU.

“Dalam kondisi ekstrem, infeksi yang tidak tertangani bisa berujung pada kematian. Bukan karena giginya, tapi karena tubuh tidak mampu melawan infeksi yang sudah terlalu berat,” tegasnya.

Meski demikian, drg. Firman mengingatkan bahwa tidak semua gigi bungsu harus dicabut. Keputusan pencabutan harus melalui pemeriksaan menyeluruh, termasuk pemeriksaan klinis dan radiologi seperti foto panoramik. Ada gigi bungsu yang tumbuh normal, tidak mengganggu kebersihan, dan tidak menimbulkan nyeri, sehingga aman untuk dipertahankan.

“Yang menjadi masalah adalah gigi bungsu yang sering nyeri, bengkak berulang, atau berpotensi menyebabkan infeksi. Dalam kondisi seperti itu, lebih aman jika dicabut,” jelasnya.

Baca Juga : Ingin Bangun Rusun Baru, Pemkot Surabaya Usulkan ke Kementerian PKP

Ia juga menyinggung kebiasaan sebagian masyarakat yang ingin langsung mencabut gigi permanen karena tidak tahan nyeri. Menurutnya, pencabutan seharusnya menjadi pilihan terakhir.

“Selama gigi masih bisa dipertahankan, baik dengan tambalan maupun perawatan saluran akar, itu jauh lebih baik. Gigi permanen tidak punya pengganti secara alami. Kalau dicabut, dampaknya bisa ke fungsi kunyah dan kesehatan mulut secara keseluruhan,” ujarnya.

Selain gigi bungsu, drg. Firman juga menyoroti persoalan karang gigi dan bau mulut yang kerap dianggap sepele. Karang gigi terbentuk dari plak atau sisa makanan yang tidak dibersihkan dengan baik dan mengeras seiring waktu. Karang gigi tidak bisa dihilangkan hanya dengan menyikat gigi, melainkan harus dibersihkan menggunakan alat khusus oleh tenaga medis.

“Banyak iklan yang mengklaim cukup kumur atau pakai pasta gigi tertentu karang gigi bisa rontok. Itu perlu disikapi hati-hati. Karang gigi itu keras dan menempel kuat, bahkan bisa sampai ke bawah gusi,” katanya.

Menurutnya, menyikat gigi tetap penting, tetapi harus dilakukan dengan teknik yang benar, termasuk membersihkan lidah dan rongga mulut secara menyeluruh. Ia juga mengingatkan bahwa bau mulut tidak hanya disebabkan oleh kebersihan gigi yang buruk, tetapi juga bisa dipengaruhi oleh gigi berlubang, sisa akar gigi, gangguan lambung, hingga kurangnya asupan air putih.

Lebih jauh, drg. Firman menekankan pentingnya pemeriksaan gigi secara rutin setiap enam bulan, meskipun tidak ada keluhan. Pemeriksaan dini memungkinkan masalah terdeteksi sebelum berkembang menjadi kondisi yang lebih berat dan berisiko. Salah satu layanan kesehatan yang menyediakan pemeriksaan gigi lengkap yakni di RSI Unisma

“Banyak orang datang ke dokter gigi ketika sudah sakit parah. Padahal, kalau dicek sejak awal, banyak masalah yang bisa dicegah,” pungkasnya.

Melalui edukasi ini, ia berharap masyarakat semakin memahami bahwa kesehatan gigi dan mulut bukan persoalan kecil. Dari mulut, berbagai penyakit bisa bermula. Dan dalam kasus tertentu, seperti gigi bungsu yang bermasalah, dampaknya bisa jauh lebih serius dari sekadar sakit gigi biasa.


Topik

Kesehatan RSI Unisma rumah sakit islam dokter bedah mulut klinik gigi



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Sidoarjo Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Anggara Sudiongko

Editor

Nurlayla Ratri