Pidato Prabowo di Sidang PBB 2025 Berpotensi Jadi Memory of the World seperti Soekarno
Reporter
Mutmainah J
Editor
Yunan Helmy
21 - Sep - 2025, 05:36
JATIMTIMES - Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto dijadwalkan akan menyampaikan pidato di Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) 2025 di New York, Amerika Serikat pada 23 September 2025. Pidato tersebut dinilai berpotensi menjadi momen bersejarah, bahkan disebut-sebut bisa dikenang dunia layaknya pidato Presiden pertama RI Soekarno, pada 30 September 1960.
Pengamat hubungan internasional Teuku Rezasyah menilai pidato Prabowo berpeluang menjadi bagian dari “Memory of the World”. Menurut dia, isi pidato Prabowo tidak hanya akan mencerminkan filosofi dan konstitusi Indonesia, tetapi juga menghadirkan pandangan global tentang diplomasi, perdamaian, dan tantangan dunia modern.
Baca Juga : World Cleanup Day 2025 di Kota Batu: Belasan Ribu Relawan Turun, 3,4 Ton Sampah Terangkat
“Pidato Presiden Prabowo Subianto pada Sidang Umum PBB tahun 2025 ini berpotensi menjadi kenangan dunia atau Memory of the World, sebagaimana halnya pidato Presiden Soekarno tahun 1960,” ujar Reza, Minggu (21/9/2025).
Pokok Pikiran yang Disarankan
Reza menyebutkan beberapa poin utama yang bisa menjadi sorotan pidato Prabowo di forum dunia, antara lain:
1. Kerja Sama Lintas Peradaban
Dunia membutuhkan kolaborasi antarperadaban lintas generasi, mengingat tantangan global yang sama seperti kesenjangan ekonomi, krisis keamanan, kerusakan lingkungan, ledakan populasi, hingga ancaman nuklir.
2. Reformasi PBB
PBB yang telah berusia 80 tahun dinilai perlu diperkuat agar mampu merespons cepat tantangan geopolitik, geostrategi, dan geoekonomi. Reza menekankan pentingnya memperkuat peran sekretaris jenderal PBB agar tidak tersandera oleh kepentingan negara-negara besar.
3. Perubahan Komposisi Dewan Keamanan PBB
Reza mengusulkan penambahan 10 anggota baru tetap Dewan Keamanan, dengan mempertimbangkan representasi peradaban Hindu dan Islam, Asia-Afrika, negara berpenduduk besar, negara pendukung misi perdamaian, hingga negara yang berhasil membangun berkelanjutan.
Sejarah Presiden RI Berpidato di Sidang Umum PBB
Indonesia memiliki sejarah panjang dalam forum PBB, terutama melalui pidato para presidennya:
Soekarno (1960)
Pada 30 September 1960, Presiden pertama RI menyampaikan pidato berjudul “To Build the World Anew” di Sidang Umum PBB Ke-15. Pidato ini kemudian diakui UNESCO sebagai bagian dari Memory of the World karena isinya yang visioner, menyoroti keadilan global dan perjuangan negara berkembang.
Soeharto (1974, 1995, 1997)
Presiden kedua RI beberapa kali hadir di PBB. Di antaranya saat menjadi ketua Gerakan Non-Blok (GNB) dan menyuarakan pentingnya kerja sama internasional, perdamaian, serta pembangunan ekonomi dunia.
Baca Juga : Netizen Geruduk IG Ahmad Assegaf, Isu Hilangnya Uang Rp 23 Miliar Milik Tasya Farasya Jadi Sorotan
B.J. Habibie (1999)
Habibie berpidato di tengah masa transisi demokrasi Indonesia, menegaskan komitmen Indonesia terhadap reformasi, HAM, dan perdamaian internasional.
Abdurrahman Wahid (2000)
Gus Dur menekankan pentingnya toleransi, demokrasi, dan dialog antaragama di forum dunia.
Megawati Soekarnoputri (2003)
Megawati mengangkat isu perang melawan terorisme sekaligus menekankan pentingnya menjaga kedaulatan negara berkembang.
Susilo Bambang Yudhoyono (2004–2014)
SBY rutin hadir di Sidang Umum PBB hampir setiap tahun selama masa pemerintahannya, membahas perubahan iklim, perdamaian dunia, Millennium Development Goals (MDGs), dan peran Indonesia sebagai negara demokratis terbesar ketiga di dunia.
Joko Widodo (2014–2024)
Jokowi jarang hadir langsung di Sidang Umum PBB. Namun, ia sempat menyampaikan pidato secara virtual, terutama saat pandemi covid-19 pada 2020.
Kini, Prabowo Subianto berpotensi menorehkan sejarah baru jika pidatonya di Sidang PBB 2025 mampu memberi pengaruh besar bagi percaturan global.
Perbandingan dengan Jokowi
Terkait absennya Presiden ke-7 RI Joko Widodo dalam Sidang Umum PBB, Reza menilai hal itu karena fokus Jokowi lebih banyak tercurah pada persoalan dalam negeri. Sementara Prabowo disebut memiliki karakter “intermestik” — mampu mengelola isu domestik sekaligus menyeimbangkannya dengan peran Indonesia di kancah internasional.
Harapan untuk Indonesia
Dengan tampilnya Prabowo di panggung PBB, publik menaruh harapan Indonesia semakin diperhitungkan dalam percaturan global. Jika isi pidato mampu mencerminkan visi besar bangsa dan menjawab tantangan dunia, maka momentum ini bisa menjadi tonggak penting bagi diplomasi Indonesia, sebagaimana yang pernah dilakukan Soekarno enam dekade lalu.