JATIMTIMES - Di banyak majelis zikir, suara tasbih beradu seperti hujan pelan yang jatuh ke tanah. Tapi di tengah rutinitas itu, satu pertanyaan kerap muncul: apakah Rasulullah SAW pernah memakai tasbih atau justru hanya mengandalkan jemari?
Dalam catatan Sa'id Ali bin Wahf al-Qahthoni lewat karya terkenalnya Kumpulan Doa Berdasarkan Alquran dan Sunnah, tergambar satu kebiasaan sederhana Nabi SAW: menghitung zikir dengan jari-jarinya. Abdullah bin Amar pernah bersaksi langsung, melihat Rasulullah menggerakkan jemarinya sebagai alat hitung bacaan tasbih.
Baca Juga : 2.306 Kasus Evakuasi Ditangani Damkar Surabaya di 2025, Didominasi Penyelamatan Hewan
Di Nusantara, cara ini sudah lama hidup. Para santri mempraktikkannya sejak dini, belajar menghitung pujian kepada Allah dengan ritme yang menyatu antara hati dan tangan. Namun jejak sejarah Islam tidak berhenti pada jari. Di masa para sahabat, berbagai benda ikut jadi pengingat. Batu kecil, biji kurma, kerikil, semua pernah jadi “counter manual” sebelum tasbih berukir lahir di kemudian hari.
Salah satu kisah paling lembut datang dari rumah Shofiyyah RA. Rasulullah SAW mendapati istrinya itu sedang duduk dengan tumpukan biji kurma. Ketika ditanya, ia menjawab polos: "itu alatnya menghitung zikir. Empat ribu butir. Empat ribu tasbih".
Lalu Nabi SAW, dengan cara khas beliau yang penuh arah, memberikan jalan lapang, “Engkau dapat berzikir lebih banyak dari itu.” Beliau lalu mengajarkannya kalimat yang melampaui hitungan fisik: “Mahasuci Allah sebanyak ciptaan-Nya.”
Pesan itu tegas, tapi lembut: zikir bukan perlombaan angka, melainkan keluasan makna. Jika Shofiyyah menggunakan biji kurma, Abu Hurairah RA bahkan punya kantong khusus berisi batu kecil sebagai pengingat zikir hariannya.
Riwayat lain menyebut, ia membawa benang dengan ikatan seribu simpul. Satu demi satu ia lepaskan, hingga mencapai dua belas ribu zikir sebelum merebahkan kepala. Disiplin tingkat sahabat, yang bikin kita merasa ketinggalan kereta.
Baca Juga : Cahaya dari Kegelapan: Jejak Para Ulama Tunanetra di Masa Keemasan Islam
Dari serpihan sejarah itu, satu garis merah muncul: Rasulullah SAW tidak pernah melarang media bantu untuk berzikir. Yang penting bukan alatnya, tapi arah hatinya.
Jari boleh. Kerikil boleh. Biji-bijian boleh. Tasbih pun bukan makhluk haram, ia hanya alat bantu yang lahir dari tradisi para pendahulu, bukan dari larangan. Dan di tengah dunia yang makin bising, mungkin kita justru butuh “pengingat kecil” agar hati tidak ikut gaduh.
